in

Inflasi Bahan Pangan Harus Ditekan

Upaya penekanan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia tahun ini lebih ditekankan pada komponen bahan pangan bergejolak (volatile food).

Inflasi bahan pangan dianggap lebih mudah dikontrol daripada komponen yang diatur pemerintah (administered price), seperti penerapan satu harga BBM, tarif jasa pengurusan STNK dan tarif tenaga listrik (TTL) yang dijadwalkan mengalami penyesuaian per tiga bulan. 

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Yoga Affandi mengatakan, BI berjanji akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk menentukan waktu yang tepat soal penyesuaian harga.

Misalnya, perlu dilihat apakah penyesuaian harga bisa diterapkan berdekatan dengan waktu yang sarat dengan permintaan tinggi, seperti pada bulan Ramadan. 

“Kami ingin seperti Malaysia dan Thailand yang sudah masuk dalam low inflation era (era inflasi rendah). Tapi pada negara berkembang, selain administered price, yang masih sering menyumbang inflasi adalah volatile food itu sendiri,” ujarnya kepada Jawa Pos (Grup Padang Ekspres), kemarin (18/2).

Menurut Yoga, bila harga bahan pangan tidak diatur dengan baik, inflasinya bisa menjadi komponen yang membentuk kemiskinan. Karakterisrik negara berkembang adalah identik dengan penyumbang inflasi dari bahan pangan. Berbeda dengan di negara maju seperti di AS.

Kebijakan Presiden Donald Trump yang membatasi imigran berpotensi membuat mengganggu suplai tenaga kerja. Pasalnya, jumlah buruh migran di sana sangat banyak. Jika ada pembatasan imigran, maka akan terjadi kenaikan upah tenaga kerja. 

BI sendiri menargetkan inflasi tahun ini berada di kisaran 3 persen sampai 5 persen. “Ekonomi masyarakat menengah ke bawah bisa tertekan karena inflasi. Namun, perubahan struktural dalam pengaturan harga BBM dan listrik tetap harus kita dukung untuk manfaat jangka panjang,” lanjutnya. 

Kepala Ekonom SIGC Divisi Riset SKHA Consulting Eric Alexander Sugandi mengungkapkan, pemerintah sebenarnya sudah berusaha menekan harga bahan pangan namun belum optimal.

Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah, misalnya revitalisasi Bulog sehingga Bulog punya kapasitas sebagai pembentuk harga bahan-bahan pokok. “Bukan berarti dia (Bulog, Red) harus jadi monopolis seperti saat zaman orde baru, tapi dia harus punya cukup modal untuk pengaruhi harga,” katanya.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah peningkatan produksi bahan pangan dan pengubahan pola konsumsi makanan masyarakat. Misalnya, kampanye makan nasi yang bisa diganti dengan ubi atau pun jagung, sehingga masyarakat tidak terlalu tergantung pada satu jenis bahan pangan.

Meski sulit dan butuh waktu lama, namun kampanye substitutif ini perlu terus digalakkan. 

“Kalau untuk beras, saya pikir pemerintah sudah cukup baik dengan lakukan impor berkala untuk antisipasi tekanan inflasi ketika masa non-panen. Inflasi pangan malah kebanyakan datang dari bahan pangan non-beras seperti cabai merah dan daging,” tambah Eric. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Amanah

Menelusuri Jejak Siti Aisyah Diduga Terlibat Pembunuhan Kakak Pemimpin Tertinggi Korut