Tarif Batas Bawah Taksi Online Rp 3.500
Kementerian Perhubungan telah memutuskan tarif batas atas dan batas bawah untuk taksi online yang akan masuk ke dalam revisi PM 26/2017. Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat mengatakan, besaran tarif batas bawah dan atas taksi online akan dibagi menjadi dua wilayah seperti yang sebelumnya tertuang pada PM 26.
”Yakni wilayah I meliputi Jawa, Sumatera, Bali dan wilayah II meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua,” ujar Hindro di Kantor Kementerian Perhubungan, kemarin (20/10).
Untuk besarannya pun masih sama dengan besaran tarif batas atas dan batas bawah yang dijelaskan dalam PM 26. Direktur Angkutan dan Multimoda Transportasi Darat Cucu Mulyana menjelaskan, besaran tarif batas bawah wilayah I sebesar Rp 3.500 per kilometer dan tarif batas atas Rp 6.000 per kilometer.
”Sedangkan tarif batas bawah taksi online untuk wilayah II ditentukan sebesar Rp 3.700 per kilometer dan tarif batas atasnya Rp 6.500 per kilometer,” kata Cucu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, adanya tarif batas bawah dan atas bertujuan untuk melindungi para penumpang agar perusahaan aplikasi taksi online tidak seenaknya memasang tarif. Di sisi lain, tarif batas bawah dan atas juga akan memberikan perlindungan kepada para sopir taksi online agar tetap bisa mendapatkan penghasilan yang layak.
Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugiharjo mengatakan, penetapan tarif tidak diserahkan kepada instansi pemebri izin. Yakni, Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan Gubernur. Melainkan hanya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub.
”Penerapan tarif didasarkan atas usulan masing-masing kepala daerah atau kepala BPTJ. Supaya tarifnya tidak terlalu bervariasi,” ungkap Sugiharjo.
Sugiharjo menjelaskan, penentuan tarif batas atas dan bawah dihitung berdasarkan formula tertentu. Dalam formula itu, komponen-komponen seperti biaya pokok untuk angkutan online, biaya pemeliharaan, hingga masa pakai kendaraan juga dihitung untuk menentukan tarif batas bawah.
”Sementara untuk penentuan tarif batas atas, bisa ditambah margin untuk menabung investasi. Dengan begitu, kendaraan yang sudah lima tahun bisa dilakukan peremajaan,” terang Sugiharjo.
Setelah tarif, nantinya kuota tiap daerah pun sudah harus jelas karena diatur dalam revisi PM 26. Cucu menjelaskan, beberapa kota sudah memiliki kuota untuk taksi online. Namun, beberapa kota belum memiliki. Dengan adanya aturan mengenai kuota, semua kota harus sudah memiliki kuota yang jelas.
”Dalam revisi PM 26, kami juga melampirkan tiga formula untuk menghitung kuota. Formula ini merupakan pendekatan teknis,” katanya.
Cucu menerangkan, selain menggunakan formula tersebut, setiap daerah juga diperkenankan menggunakan formula masing-masing yang lebih sesuai untuk daerahnya. Jika hendak menggunakan formula supply-demand, mencari data primer dari survei-survei bisa dilakukan. Jika hendak menggunakan formula regresi, data-data sekunder bisa jadi acuan.
”Data sekunder itu bisa dari data-data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), populasi, atau data lainnya. silakan. Tidak ada masalah,” tambah Cucu.
Sementara itu, ditanyai mengenai tarif, perusahaan penyedia jasa transportasi online masih tertutup untuk memberikan komentar lebih jauh. Public Relation Manager PT Go-Jek Indonesia Rindu Ragilia menyebutkan jika segala sesuatu mengenai revisi peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan masih dibahas secara internal. ”Kalau ada informasinya nanti akan kami update ya. Terima kasih,” ujar Rindu singkat saat dihubungi kemarin (20/10).
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen menegaskan bahwa rancangan revisi peraturan taksi online belum secara penuh memuaskan pihak mitra pengemudi. ”Kami fokus di tiga hal, yaitu tarif, kuota dan hak perusahaan aplikasi. Soal tarif, awalnya kami berharap ada perubahan. Kami dari ADO menyarankan tarif batas bawah Rp 4.000 per kilometer,” ujar Christiansen.
Menurut dia, pengemudi menyarankan tarif batas bawah di angka itu karena pengemudi masih dikenakan 10 sampai 25 persen potongan dari aplikasi.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyebutkan bahwa penting bagi pemerintah untuk menetapkan tarif batas atas dan batas bawah secara adil. ”Besaran tarif memang harus diatur. Batasan tarif batas atas untuk melindungi konsumen. Sedangkan tarif batas bawah untuk keberlangsungan usaha, sehingga pengemudi yang merangkap pebisnis taksi aplikasi mendapat keuntungan yang wajar,” ujarnya.
Djoko berharap masyarakat sebagai konsumen juga dapat bijak melihat aturan tarif yang ditetapkan pemerintah. Dirinya berharap konsumen tidak hanya fokus pada tarif yang murah. ”Tarif murah merugikan pengemudi, tidak bisa menutup biaya operasional. Karena aspek keselamatan juga penting,” tambahnya.
Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organda Ateng Aryono mendukung langkah Kemenhub untuk tetap mempertahankan tarif batas atas dan bawah. Hal yang dilakukan Kemenhub untuk memberikan batasan harga dan membedakan per wilayah menurutnya masuk akal. ”Ini kan tujuannya untuk mengamankan end-user (pengguna layanan, red) untuk mendapat standar pelayanan,” jelasnya. Tujuannya tentu agar nyaman dan memenuhi standar keselamatan.
Selain itu dengan besaran tersebut, juga membawa dampak positif bagi penyedia angkutan. Terutama dalam hal penerapan batas bawah. Mereka akan tetap survive. Harga tidak akan terlalu murah.
Sedangkan batas atas yang sudah ditentukan pemerintah juga akan mengamankan pengguna layanan. Pasalnya, harga tidak akan terlalu mahal. Penyedia layanan kendaraan tidak bisa menerapkan terlalu mahal.
Revisi PM 26 Keputusan Bersama
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengungkapkan aturan-aturan dalam Permenhub 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek yang telah dibatalkan oleh MA, tentu sudah tidak berkekuatan hukum tetap. Ada 14 pasal yang tidak bisa lagi dipergunakan untuk mengatur transportasi online.
”Kalau sudah dinyatakan sudah tidak berkekuatan hukum ya kementerian terkait yang membuat aturan itu, pemilik aturan, itu harus merevisinya sesuai dengan putusan MA,” ujar Abdullah di kantor MA, kemarin (20/10).
Tapi, MA tidak bisa berbuat banyak bila aturan dalam pasal-pasal yang sebenarnya telah dibatalkan oleh MA itu dimasukan lagi dalam peraturan baru. Lantaran yang dibatalkan oleh MA adalah pada Permenhub 26/2017. ”Yang tidak berkekuatan hukum tetap itu Permenhub nomor sekian. Pasal sekian pasal sekian,” tambah dia.
Sedangkan dalam peraturan baru itu bisa jadi menggunakan redaksi yang berbeda. Sehingga, menimbulkan pemahaman yang berbeda. MA menyerahkan hal itu pada pembuat regulasi. ”Sepanjang sudah disahkan oleh pembuat peraturan itu sendiri sudah disahkan ya sudah. Kalau nanti timbul reaksi (dari masyarakat) akan diselesaikan di mekanisme yang sama (pengadilan),” ungkap dia.
Sebelumnya, MA memenangkan gugatan enam orang pengemudi taksi online pada 20 Juni lalu. Ada 14 pasal yang dibatalkan oleh MA karena bertentangan dengan dua undang-undang. Yakni, UU 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Terkait kembali dimasukkannya pasal-pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), Cucu menjelaskan bahwa pasal-pasal yang sudah tersusun saat ini merupakan pasal-pasal yang sudah disepakati oleh semua pihak terkait. ”Kami sudah melakukan dialog publik dan roadshow ke daerah-daerah. Kami juga melakukan pertemuan dengan para pihak. Mereka menyampaikan aspirasi bahwa itu perlu ada pengaturannya,” jelas Cucu.
JIka tidak diatur, lanjut dia, nantinya malah akan menimbulkan persoalan baru. ”Karena itu, negara hadir untuk melakukan antisipasi dengan melakukan pengaturan,” tambah dia.
Daerah tidak Bisa Larang Taksi Online
Mengenai peraturan daerah yang bertentangan dengan revisi PM 26, Budi mengatakan, jika melihat hierarki, PM harus diikuti oleh semua kepala daerah. Tidak ada alasan kepala daerah membolehkan aturan di luar ketentuan yang dikeluarkan melalui PM. Budi juga mengaku sudah menyampaikan kapada para kepala daerah tentang aturan tersebut. Itu artinya, daerah tidak boleh melarang taksi online beroperasi.
”Saya yakin tidak ada kepala daerah yang meniadakan atau ingin punya keputusan sendiri. Gubernur Jabar bahkan sudah berkomunikasi dengan kami untuk menyegerakan peraturan ini. Peraturan ini ditunggu,” ungkap Budi. (*)
LOGIN untuk mengomentari.