in

Dinamika Peraturan Taksi Online

Aturan Muncul Kalau Sudah Terbentur

Kementerian Perhubungan mengaku telah siap melakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Sebenarnya polemik mengenai peraturan yang digunakan untuk mengatur transportasi online ini selalu terjadi.  

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, ada sembilan poin yang direvisi dalam PM 26/2017. “Dalam rumusan ini ada sembilan substansi yang diatur yaitu mengenai agrometer taksi, tarif, wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, domisili TNKB, SRUT, dan peran aplikator,” papar Budi Karya.

Dia menjelaskan, poin yang membahas mengenai tarif batas bawah dan menjadi poin terpenting. Tarif batas bawah akan melindungi penumpang sekaligus perusahaan angkutan. Pada poin lain mengani peran perusahaan aplikasi, Budi juga menegaskan bahwa perusahaan aplikasi tidak boleh memberikan promosi tarif di bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan.

Aturan tersebut, kata Budi, diharapkan bisa menghindari monopoli oleh satu pihak. Aturan itu juga harus diterapkan agar terjadi kesetaraan. “Dengan kesetaran ini, semua pihak bisa hidup berdampingan. Kami juga sudah memikirkan bagaimana untuk mengontrol berlakukan tarif batas bawah dan atas ini, nanti juga akan ada transisi waktu,” ungkap Budi.

Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugiharjo menjelaskan lebih lanjut mengenai beberapa poin yang berubah dari PM 26. Jika pada PM sebelumnya harus ada argometer yang diatur, pada revisi PM 26, argometer diganti dengan tarif sesuai aplikasi.

Perubahan yang cukup signifikan terdapat pada poin kepemilikan kendaraan. Sebelumnya, kepemilikan kendaraan tidak boleh atas nama perorangan. “Sekarang bisa. Kita akomodasi keputusan MA sesuai UU UMKM,” kata Sugiharjo.

Terkait tarif, pengaturannya masih sama dengan yang ada di PM 26. Untuk kuota, Kemenhub menyiapkan formula untuk menghitung kuota kendaraan di setiap kota. Kuota ini, kata Sugiharjo, tidak sembarangan ditetapkan. Melainkan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kota. “Asuransi untuk penumpang dan pengemudi, serta SIM umum juga baru ditambahkan di revisi PM 26,” jelasnya.

Sugiharjo menegaskan, SIM umum jadi penting karena para pengemudi itu harus mendapatkan pelatihan khusus. Seperti etika untuk greeting penumpang, tanggung jawab sebagai pengemudi dan lainnya. “Semua negara memberlakukan itu. Ini berlaku tidak hanya online, tapi semua angkutan diberlakukan,” ucapnya.

Kemenhub juga telah memutuskan tarif batas atas dan batas bawah untuk taksi online yang akan masuk ke dalam revisi PM 26/2017. Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat mengatakan, besaran tarif batas bawah dan atas taksi online akan dibagi menjadi dua wilayah seperti yang sebelumnya tertuang pada PM 26. “Yakni wilayah I meliputi Jawa, Sumatera, Bali dan wilayah II meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,” ujar Hindro.

Untuk besarannya pun masih sama dengan besaran tarif batas atas dan batas bawah yang dijelaskan dalam PM 26. Direktur Angkutan dan Multimoda Transportasi Darat Cucu Mulyana menjelaskan, besaran tarif batas bawah wilayah I sebesar Rp 3.500 per kilometer dan tarif batas atas Rp 6.000 per kilometer. “Sedangkan tarif batas bawah taksi online untuk wilayah II ditentukan sebesar Rp 3.700 per kilometer dan tarif batas atasnya Rp 6.500 per kilometer,” kata Cucu.

Budi mengatakan, adanya tarif batas bawah dan atas, bertujuan untuk melindungi para penumpang agar perusahaan aplikasi taksi online tidak seenaknya memasang tarif. Di sisi lain, tarif batas bawah dan atas juga akan memberikan perlindungan kepada para sopir taksi online agar tetap bisa mendapatkan penghasilan yang layak. 

***

Sebenarnya polemik mengenai peraturan angkutan online selalu terjadi. Menurut catatan koran ini, peraturan mengenai transportasi online pertama kali dikeluarkan pada 17 Desember 2015. Peraturan tersebut dikeluarkan lantaran angkutan umum dinilai ilegal. Sebab, tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Peraturan tersebut tidak berlangsung lama. Hanya berumur sehari karena banyak mendulang protes. 

Hingga akhirnya pada 1 April 2016, Kemenhub mengundangkan PM 32/2016. Peraturan tersebut hadir ketika angkutan online semakin menjamur. Peraturan ini pun seolah belum mengakomodir semua pihak. Kontroversi masih terjadi. Misalnya saja soal kepemilikan STNK kendaraan yang harus diatasnamakan badan usaha berbadan hukum. 

Peraturan menteri tersebut tidak berjalan mulus. Bolak-balik mendapatkan kritikan. Hingga akhirnya tepat setahun setelahnya Kemenhub kembali menelorkan PM 26/2017. Peraturan ini pun digugat ke Mahkamah Agung. Hingga akhirnya 14 pasal dibatalkan. 

Kini Kemenhub sudah menyiapkan revisi PM26/2017 untuk mengganti PM 26 yang akan tidak berlaku pada 1 November nanti. 

Namun, beberapa pihak merasa kurang puas. Salah satunya dirasakan oleh Efriyanto. Driver Go-Car itu merasa aturan dalam revisi PM 26 memberatkan. “Saya melihat berita kalau harus memasang stiker di mobil,” tuturnya. Striker menurutnya akan membuat driver tidak aman. “Sekarang tidak menggunakan stiker, tidak ada tanda harus sembunyi-sembunyi,” imbuhnya kemarin. 

Persaingan dengan transportasi konvensional membuatnya khawatir. Apalagi di beberapa daerah sempat terjadi anarkis. “Kalau di bandara harus sembunyi. Nanti ketahuan bisa dikerjain petugasnya,” terangnya. Selain penempelan stiker, mengenai uji kir pun dikritik. “Kalau kendaraan dari perusahaan tidak apa-apa, tapi ini milik pribadi,” ujarnya. 

Dia pun juga tidak setuju mengenai adanya kuota di setiap daerah. “Kalau misal di Jakarta dibatasi 1.000, sementara di sini ada 1.500 kendaraan, kan 500 kendaraan akan menganggur. Kasihan,” ujarnya. Menurutnya jika memang diberlakukan pembatasan, hal tersebut juga dilakukan juga untuk angkutan konvensional lainnya.

Di lain pihak, cukup disayangkan perusahaan penyedia jasa transportasi online belum banyak memberi tanggapan terkait revisi peraturan angkutan online yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan. “Belum ada update dari pihak internal, silakan menggunakan respons yang sudah kami berikan,” tegas Head of Communication Uber Indonesia Dian Savitri saat coba dikontak, kemarin (22/10).

Sebelumnya pihak Uber hanya memberi konfirmasi bahwa aturan tersebut masih dibahas dan belum ada sikap yang diambil oleh perusahaan. “Saat ini kami masih mengkaji revisi tersebut, sehingga belum dapat memberikan informasi lebih lanjut. Intinya kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan kerangka kebijakan yang mengedepankan manfaat bagi penumpang dan mitra pengemudi,” ujar Dian.

Sementara itu, pihak Go-Jek juga masih tertutup saat ditanyai mengenai tanggapan tentang revisi aturan tersebut. Public Relation Manager PT Go-Jek Indonesia Rindu Ragilia menyebutkan, jika segala sesuatu mengenai revisi peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan masih dibahas secara internal. “Kalau ada informasinya nanti akan kami update ya. Terima kasih,” ujar Rindu. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Aturan Baru Rawan Digugat

Pertemuan Tiga Jam Jokowi-Mega