BMKG: Cuaca Ekstrem Diprediksi hingga Pekan Depan
Tingginya gelombang laut di perairan Pantai Padang disertai badai seminggu terakhir membuat puluhan nelayan di Pantai Purus terpaksa berhenti melaut. Kondisi ini dimanfaatkan sejumlah nelayan untuk memperbaiki kapal dan alat penangkap ikan.
Pantauan Padang Ekspres di Pantai Purus kemarin pagi (29/11), tampak puluhan kapal bermesin di bawah 10 GT (gross tonnage) milik nelayan terparkir rapi di pinggir pantai. Mesin kapal-kapal terpaksa dibungkus dengan terpal guna menghindari kerusakan akibat derasnya air hujan beberapa hari terakhir. Buruknya cuaca, menurut sejumlah nelayan lumrah di penghujung tahun.
Salah seorang nelayan, Ali Nurdin, 52, telah memprediksi cuaca bakal ekstrem di akhir tahun. Musim angin barat merupakan siklus cuaca yang sudah biasa dihadapi para nelayan setiap akhir tahun. “Kita sudah mengantisipasinya dengan menabung jauh-jauh hari, sehingga saat cuaca ekstrem seperti ini keluarga di rumah tetap bisa makan,” sebut nelayan asal Purus itu.
Hingga kemarin, sudah empat hari ia tidak melaut karena tingginya gelombang laut dan kencangnya angin musim barat yang berhembus. “Jika tak pandai berhemat, kita akan kesusahan saat memasuki musim penghujan seperti sekarang ini,” aku pria yang sudah melaut sejak SMP itu.
Nelayan lain Nazarrudin, 47, mengeluhkan semakin menipisnya tabungan karena tidak ada pemasukan tambahan karena lima hari tidak melaut. Menurut dia, jika cuaca tak kunjung normal, maka dirinya terpaksa mencari pinjaman agar keluarganya tetap bisa makan. “Ya, kondisi ini sangat menyulitkan, sudah lima hari berhenti melaut, penghasilan pun juga tak ada,” katanya.
Nelayan lainnya, Rahmanto, 37 juga mengaku sudah seminggu tidak melaut. Menurut dia, jika dipaksakan untuk melaut bisa membahayakan keselamatan diri karena tinggi gelombang mencapai 3 meter. “Ya, ombak di tepi pantai saja sudah tinggi sekitar 3 meter, tidak mungkin melaut, karena ombak di tepi dan gelombang laut sangat tinggi,” ucap nelayan yang tinggal di Kelurahan Rimbokaluang itu.
Ia hanya bisa pasrah dan berharap agar cuaca kembali normal secepatnya, sehingga bisa melaut kembali. Apalagi pasokan ikan ke masyarakat mulai berkurang dan harga melambung tinggi. “Ya dampaknya bukan hanya kami yang merasakan, pasokan ikan segar pun turun drastis. Semoga cuaca kembali normal dan kami bisa melaut lagi,” harapnya.
Kurangnya pasokan ikan diakui pedagang ikan di Pasar Raya Padang. Minimnya tangkapan ikan nelayan lokal memaksa pedagang membeli ikan yang dipasok dari luar daerah. “Saya harus beli ikan yang dipasok dari Aceh dan Sibolga,” kata Iwan Hadi, 40, pedagang ikan yang sudah berjuan hampir tiga tahun.
Kondisi ini diakui Kepala Dinas Perdagangan Padang, Endrizal saat dihubungi terpisah. Ia menyebut, faktor cuaca ekstrem membuat sejumlah nelayan tidak berani melaut. Sehingga, berdampak pada pasokan ikan di Padang. Dengan naiknya harga ikan, diharapkan masyarakat mengakali dengan membeli ikan air tawar, ayam atau daging hingga harga ikan laut kembali normal.
“Ya, jika terasa mahal, bisa diganti dengan lauk yang lain seperti ayam dan daging atau ikan tawar. Disdag tidak bisa menyikapi naiknya ikan laut tersebut karena murni faktor cuaca dan gelombang laut memang tinggi,” tegasnya.
Berlanjut Minggu Depan
Kepala Seksi (Kasi) Observasi dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Minangkabau Budi Iman Samiaji, menyebut dalam sepekan ke depan kondisi cuaca tidak jauh berbeda dengan kondisi cuaca pada minggu ini.
“Artinya, hujan intensitas sedang hingga lebat disertai angin kencang masih berpotensi, terutama di pesisir pantai barat dan Kepulauan Mentawai pada sore hingga dini hari,” sebutnya.
Budi mengimbau nelayan tetap waspada karena potensi cuaca di laut cukup buruk. “Kita imbau kepada nelayan untuk tetap waspada karena potensi cuaca di perairan masih cukup buruk,” tukasnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.