Hibah Australia, Diduga Cuaca Buruk
Dunia penerbangan kembali berduka. Sebuah pesawat Hercules C-130 nomor registrasi A-1334 milik TNI AU jatuh dan hancur di Gunung Lisuwa, Distrik Minimo, Kabupaten Jayawijaya. Sebanyak 12 kru pesawat dan seorang penumpang dinas TNI AU gugur dalam insiden yang terjadi pukul 06.09 WIT, kemarin (18/12).
Insiden tersebut menambah daftar panjang kecelakaan udara di lingkungan TNI dan Polri. Sebelumnya, pesawat M28 Skytruck milik Polri kecelakaan di perairan Lingga, Kepulauan Riau pada Sabtu (3/12).
Sebanyak 13 personel polisi tewas. Setahun lalu, pesawat Hercules C-130 milik TNI AU juga jatuh dan terbakar di permukiman penduduk di Jalan Jamin Ginting, Medan.
Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja menyatakan, hasil investigasi sementara faktor cuaca menjadi penyebab utama jatuhnya pesawat Hercules di Papua.
Pesawat bekas yang dibeli dari Angkatan Udara Australia (Royal Australian Air Force/RAAF) pada Februari lalu itu diperkirakan menghantam bukit sebelum akhirnya hancur.
Perwira TNI dengan tiga bintang di pundak itu menerangkan pesawat yang dipiloti Mayor Pnb Marlon A Kawer tersebut lepas landas (take off) dari Lanud Timika Papua pukul 05.35 WIT.
Pada pukul 06.02 WIT, penerbang sempat melakukan kontak melalui radio dengan petugas air traffic control (ATC) di Bandara Wamena. Penerbang melaporkan kondisi ujung landasan pacu (runway) di koordinat 15 kurang baik lantaran tertutup kabut.
Di saat bersamaan, diputuskan pendaratan berpindah dari semula di ujung runway 15 berubah di ujung landasan koordinat 33. Kedua koordinat tersebut berada di satu runway yang posisinya melintang tenggara-barat laut.
Pada pukul 06.08 WIT, pesawat yang juga mengangkut semen dan sembako itu sempat terpantau secara kasat mata oleh petugas di menara kontrol bandara di downwind ujung runway 33.
“Jadi, kalau Wamena itu koordinat runway 15 dan 33,” jelasnya saat konferensi pers di kompleks Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta, kemarin (18/12).
Selang satu menit dari pantauan visual itu, panggilan petugas ATC bandara ke pesawat tersebut tidak terjawab (lost contact). Di saat bersamaan, terdengar suara ledakan di Pugima, Distrik Minimo yang berjarak 4,5 kilometer dari bandara.
Dalam misi penerbangan itu pesawat A-1334 diawaki oleh 12 crew. Yakni, Mayor Pnb Marlon Kawer (pilot), Kapten Pnb J Hotlan F Saragih (co-pilot), Lettu Nav Arif Fajar Prayogi (navigator), Lettu Pnb Hanggo Fitradhi (penerbang-2), Peltu Lukman Hakim (juru radio udara), Peltu Suyata (juru mesin udara-1), Pelda Agung S (load master-2), Serma Fatoni (load master-2), dan Serda Suyanto (load master). Dari laporan sementara belum ada korban penumpang sipil maupun milter atau TNI lainnya.
Diperkirakan, pada pukul 06.09 WIT pesawat Hercules C-130 yang sedang melaksanakan misi navigation exercise (navex) dan dukungan distribusi logistik untuk Pemda Papua (civic mission) itu mengalami insiden nahas.
Pesawat kemungkinan terbang terlalu rendah, sehingga menabrak bukit yang tertutup awan tebal. “Kemungkinan di dalam awan ada bukit bisa saja terjadi,” bebernya.
Hadiyan memperkirakan kondisi cuaca di perbukitan Wamena yang saat itu berawan tebal sangat mungkin menghalangi pandangan penerbang. Prediksi itu sesuai laporan kondisi ujung runway koordinat 15 yang berkabut.
Pesawat yang hendak landing dari ujung landasan di koordinat 33 itu pun diduga kuat menghantam bukit di Gunung Lisuwa yang letaknya di tenggara Bandara Wamena.
Diakuinya, Wamena menjadi jalur penerbangan “spesial” bagi para pilot pesawat Hercules dan Fokker. Pun, setiap pesawat harus diawaki penerbang dan kru berpengalaman sebelum melaksanakan misi menuju bandara itu. “Semua pilot (Hercules dan Fokker) harus bisa mengoperasikan pesawat di daerah Wamena,” tuturnya.
Dari lima tersebut, faktor material (kondisi pesawat) dipastikan tidak ada masalah. Sebab sebelum terbang, mesin pesawat selalu dicek. “Pesawat ini (Hercules C-130) layak terbang,” tegasnya. Pesawat yang dioperasikan Australia pertama kali pada 1980 itu masih menyisakan 69 jam dari 1.000 jam terbang sebelum masuk pemeliharaan.
Untuk analisa media, Hadiyan menyebut, kru pesawat dipastikan memiliki data cuaca sebelum terbang. Artinya, cuaca pagi itu di Timika dan Wamena, Kabupaten Jayawijaya dalam kondisi aman untuk terbang. Sementara dari faktor manusia, Hadiyan belum mau memberikan analisa.
“(Faktor manusia) bukan hanya pilot, tapi juga navigator, teknisi bahkan manusia yang di bawah (menara kontrol),” ungkapnya.
TNI AU membentuk tim panitia penyelidikan kecelakaan pesawat terbang (PPKPT) untuk menelusuri penyebab pasti kecelakaan itu. Tim tersebut diterjunkan ke lokasi accident selang beberapa jam pascainsiden terjadi.
“Tolong bersabar, tim sedang bekerja,” janjinya. Soal misi latihan yang dikombinasikan dengan pengangkutan semen untuk pemda, Hadiyan menyebut hal itu diperbolehkan dan resmi.
Direktur Savety Airnav Wisnu Darjono mengungkapkan pada pukul 06.02, posisi pesawat berada di daerah downwind. Posisi itu sekitar 2-3 kilometer di samping landasan dengan ketinggian 1.500 kaki dari runway.
Pada saat itu, petugas ATC masih bisa berkomunikasi dengan pilot. Petugas ATC terus minta konfirmasi kepada pilot posisinya apakah sudah berada di daerah final yang lurus dengan landasan.
“Normalnya tiga menit berikutnya sudah melapor ke ATC. Petugas ATC sudah dua hingga tiga kali mengontak pilot, tapi tidak ada respons,” ujar dia kemarin. Sehingga dari detik 06.02 hingga kecelakaan sekitar pukul 06.09 tidak ada kontak balasan dari pilot.
Petugas ATC melihat pesawat berada sejajar dengan runway ,tapi timbul tenggelam di awan. Di jalur tenggara tersebut memang daerah pegunungan. Beda kawasan barat laut runway yang relatif lebih datar. “Pilot memang lebih favorit mendarat dari sisi barat laut,” ungkap dia.
Dia menuturkan di belakang pesawat yang kecelakaan itu, juga ada pesawat Hercules lain yang akan mendarat di Wamena. Pesawat dari Jayapura itu akhirnya kembali karena kondisi cuaca. “Pesawat jenis ini terbang secara visual, jadi lebih mengandalkan kemampuan pilot,” katanya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengucapkan belasungkawa lewat saluran Twitter pribadinya. Jokowi menilai ada masalah mendasar yang harus segera dicari jalan keluarnya. Sayang, dia tidak menyebutkan dengan detail apa saja masalah mendasar tersebut.
“Kita kembali berduka atas jatuhnya pesawat TNI AU di Wamena. Akar masalah harus dapat diatasi, agar tidak terulang lagi—Jkw,” tulis Jokowi di Twitter.
Namun, Jokowi dalam suatu rapat terbatas di kantor presiden mengungkapkan soal kemandirian alat utama sistem persenjataan (alutsista). Strateginya seperti transfer ilmu pengetahuan dari produsen-produsen di luar negeri. Tujuannya agar semua alutsista bisa dikuasai anak negeri.
Angkut Semen
Dalam kecelakaan pesawat TNI AU ini, ada beberapa hal yang menarik perhatian. Salah satunya tentang Surat Perintah Terbang (SPT) yang dikeluarkan. Dalam SPT tersebut, jelas tertulis penerbangan untuk latihan navigasi. Namun, pada realitanya pesawat juga mengangkut logistik.
“Kalau untuk latihan navigasi kenapa bawa logistik. Ini bukan perkara 12 ton yang dibawa, karena kemampuan Hercules jauh di atas itu. Kalau memang untuk angkutan logistik, ya SPT-nya harus logistik. Saya harap TNI AU ada keterbukaan soal ini,” tutur pengamat penerbangan Alvin Lie.
Selain itu, terkuak pula soal jadwal terbang sang pilot Mayor Marlon Kawer yang terlampau padat. Bahkan, dia menyebut seperti kerja rodi. Dalam sehari bisa bertugas 5-9 penerbangan secara berturut-turut dalam beberapa hari terakhir.
Sehari sebelum kecelakaan terjadi misalnya. Dari data yang diterimanya, disebutkan bahwa Mayor Marlon harus melakukan kurang lebih 5 kali penerbangan yang dimulai dari Bandara Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur hingga Timika, Papua.
Kemudian, esoknya (18/12), sang pilot harus kembali melakukan penerbangan pagi buta. Ia dijadwalkan melakukan 9 kali penerbangan dalam satu hari itu.
“Sempat muncul pertanyaan ada apa? Sebab, rombongan itu isinya kan penerbang mayor, lalu kapten penerbang. Sudah senior semua. Lalu saya cermati SPT-nya, kok padat sekali,” tutur pria yang juga anggota Ombudsman RI ini.
Padatnya jadwal terbang ini tentu memunculkan berbagai macam pertanyaan. Terutama soal jadwal istirahat sang pilot. Menurutnya, waktu istirahat ini sangat penting untuk menjaga stamina dan kebugaran sang pilot.
“Pilot komersil saja, sehari maksimal 4 penerbangan. Itu pun istirahat minimal 10 jam sebelum terbang lagi. Ini dengan 8 penerbangan sehari, istirahatnya cukup tidak?” ungkapnya.
Di sisi lain, kondisi alat yang tersedia juga menjadi pertanyaan. Pasalnya, saat kejadian kru mengaku belum dapat menjangkau runway 15 karena kabut. Padahal saat itu matahari telah terbit. Pihak ATC pun bisa melihat posisi pesawat. (*)
LOGIN untuk mengomentari.