in

Kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah. Lantas, mengapa kita masih saja bersikeras untuk mengukir kisah?

Hidup adalah tentang rangkaian perjalanan dengan langkah-langkah yang saling bersilangan. Langkah yang mengantarkan kita pada sebuah
pertemuan yang terkesan tiba-tiba, padahal memang telah terencana apik
oleh Sang Pencipta. Langkah kita akan terus mengarah tanpa harus di
perintah; entah melangkah bersama, atau justru bermuara pada sebuah
perpisahan tanpa  jeda. Lantas, jika pada akhirnya langkah kita hanya
untuk sekedar bersilangan, mengapa langkah itu harus saling di tautkan?
Atau, bukankah seharusnya kita senang, karena setidaknya langkah-langkah kita pernah saling bersisian?


Padahal, kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah.

Lantas, mengapa kita masih saja keras kepala untuk membumbung asa,
yang kita sama-sama sadari akan lebur di lumat masa? Terlalu banyak
cerita yang mengendap disana; ketika kita tak lagi bersama. Bahkan,
hal-hal sepele pun tak luput dari kerinduan kita; ketika aku dan kamu
masih berdua. Kita seolah menutup mata, bahwa sejatinya, dengan jelas
kita sadari, yang sedang kita lakukan adalah menabung luka. Kita hanya
menunggu hingga saat itu tiba; ketika kita tak akan lagi bersua. Hingga
bayang wajah masing-masing perlahan memudar, dengan vokal yang kian
samar, dan  pada akhirnya menyisakan kenangan yang kekal. Kita ada untuk tiada.


Padahal, kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah.


Lantas, mengapa kita masih saja dengan bodohnya, merajut tawa yang
kelak menusukkan jarum-jarum derita? Padahal kita sudah kadung pahami,
kumpulan tawa akan berubah menjadi kubangan air mata, yang
menenggelamkan cerita kita. Apakah kita yang terlalu angkuh, yang
bersikeras mencicipi bahagia untuk menelan pahitnya duka? Entahlah, aku
hanya tahu bahwa aku begitu nyaman berada di dekatmu, dan aku yakin
kaupun begitu, walaupun mereka tetap saja menggugu.


Padahal, kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah.

Waktu akan terus berputar, tak peduli seberapa dalam perasaan itu
mengakar. Waktu terlalu perkasa, menaklukkan aku dan kamu yang memelas
mempertahankan kita. Aku masih sangat ingin melihat mata sipit yang
hilang di balik senyummu, menikmati alunan merdu dari petikan gitarmu
dengan jemari kurus dan panjang itu, bahkan menangkap segurat lelah di
wajahmu usai bermain bola. Kaupun masih betah dengan celotehku setiap
ujung batang-batang rokok itu kau bakar, dengan nada ketusku setiap kau
buatku lelah dengan ulahmu yang tak kunjung berubah, bahkan dengan
setiap rengekan manja padamu untuk menyanyikanku sebuah lagu. Aku tidak
ingin pergi, dan kaupun tak ingin ditinggal pergi. Kita masih ingin
menjadi kita, tapi semesta tidak peduli.


Padahal, kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah.


Kita tahu, kita tidak akan kembali bertemu; langkahku tidak menuju
padamu, dan kaupun begitu. Lantas, mengapa kita masih saja menggores
lembar demi lembar kisah yang segera tutup buku ini? Jejak-jejak
kenangan yang kelak akan lenyap dari memori, bahkan rasa pun akan
tersapu mati, seiring fajar dan senja beranjak pergi silih-berganti. Aku bahkan masih ingin bertengkar denganmu perkara hal remeh seperti ‘aku bilang ini kau bilang itu, udah kayak ayam dan bebek lah kitanya’, mendengar serak suaramu di ujung telepon ketika bangun tidur pada pagi
hari, ketika kau dengan sabarnya meladeni emosiku saat begitu banyak
asumsi destruktif yang larut dalam kepanikanku, ketika kau menyuruhku
lekas gemuk dan ku balas menyuruhmu segera berhenti merokok yang padahal kita sama-sama tahu itu percuma; ketika kita masih tetap saja bertahan
dalam ikatan yang kelak akan usai, walau aku dan kau enggan selesai.


Kita sama-sama tahu, kita bertemu untuk berpisah.


Jika kita di beri kesempatan untuk memilih,

apakah kita akan menangisi perpisahan ataukah menyesali pertemuan?



Jawab aku, sayang.

kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya,

What do you think?

Written by Julliana Elora

Perubahan Wajah Gadis Ini Bikin Melongo Setelah Disiram Air Keras

“Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak” ditayangkan di Amerika Utara tahun depan