in

Pelayanan di Cucuran Atap, Paradoks Pendidikan Kita

Siang itu pandangan saya terhenti pada suatu titik yang melihat beberapa mahasiswa mencoba untuk berdiri lama menunggu giliran untuk menyelesaikan berbagai urusan akademiknya. Pastinya terasa membosankan karena terlihat dari wajah-wajah yang kurang nyaman, mungkin akan berbeda rasanya ketika kita berlama-lama dalam antrean di sebuah bank yang dilengkapi dengan ruangan berpendingin, nuansa rapi dan bersih serta para karyawan yang menyejukkan mata. Namun siang itu saya melihat tak ada ruangan khusus, apalagi pendingin udara, jauh dari kesan rapi dan bersih serta tak melihat siapa orang yang melayaninya karena mahasiswa hanya bisa menyodorkan dokumen-dokumen melalui lubang yang berupa kotak kecil, hanya cukup untuk melawatkan satu tangan manusia, kurang lebih berukuran 15×30 cm. 

Di situ banyak terpampang tulisan-tulisan pelayanan akademik beberapa fakultas dan bahkan pelayanan untuk mahasiswa pascasarjana. Saya begitu jelas melihatnya karena keberadaan loket pelayanan administrasi mahasiswa tersebut berdekatan dengan tempat saya memarkirkan kendaraan. Jelas tampak loket pelayanan tersebut sangat dekat dengan cucuran atap teras belakang dari sebuah gedung, tidak ada canopy apalagi kursi-kursi. Andaikan musim hujan sudah dapat dipastikan apa yang bakal terjadi. Bergumam sendiri di dalam hati, kampus sebesar ini, namun belum memberikan tempat spesial dan besar juga buat pelayanan kemahasiswanya apalagi sudah mendapat akreditasi terbaik.

Kondisi ini kerap kita jumpai di banyak tempat, sekalipun sudah mendapat akreditasi maksimal dan sudah menuju World Class University. Suatu paradoks yang tengah melanda dunia pendidikan kita di tengah gencar-gencarnya kita mengedepankan karakter dan mutu. Namun, terkadang banyak yang lupa dan enggan untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan bermutu kepada mahasiswanya. Di satu sisi, lembaga pendidikan mengharapkan terbentuknya karakter yang baik, sementara lembaga pendidikan masih ada yang belum mampu memberikan contoh pelayanan terbaik dan bermutu bagi mahasiswanya. Namun, ada juga yang sudah menempatkan aspek pelayanan kepada mahasiswa sebagai prioritas utama. 

Saya kembali teringat dengan almamater sewaktu menempuh pendidikan dulu.Loket-loket pelayanan dirancang dalam ruangan khusus dengan standar pelayanan yang baik. Kenyamanan menjadi prioritas. Kita langsung berhadapan dengan petugas yang melayani tanpa adanya jeruji-jeruji besi atau pembatas khusus. Tidak jauh berbeda rasanya ketika kita berurusan di sebuah bank. Artinya, sebuah institusi pendidikan bisa saja memberikan pelayanan yang baik kepada mahasiswanya. Hal ini tentu sangat butuh niat dan komitmen dari para pimpinannya.

Sudah menjadi hukum alam ketika seseorang mendapatkan pelayanan yang baik, maka akan timbul sebuah rasa puas dan senang bagi yang dilayani. Pelayanan yang baik juga akan memberikan makna bahwa lembaga tersebut termasuk baik, karena seseorang akan memaknai atau memberi kesan terhadap sesuatu dar iapa yang dilihat, dirasakan dan didengar. 

Berbicara tentang pelayanan untuk mahasiswa, terkadang ini menjadi bagian yang kurang mendapat perhatian khusus. Sementara lembaga pendidikan lebih memprioritaskan pada proses pembelajaran, nilai bahkan prestasi namun terkadang kurang memperhatikan aspek kenyamanan dalam memberikan layanan kemahasiswaan. Hal ini dapat terlihat dari cara lembaga tersebut dalam melayani mahasiswa, kerap dijumpai loket-loket pelayanan berada di luar ruangan di mana petugasnya saja yang berada di dalam ruangan namun mahasiswa yang berurusan berada di luar, bahkan dengan sekat-sekat pembatas sehingga akan menyulitkan. Ada juga yang menempatkan sangat dekat dengan cucuran atap, jika hari hujan bisa dibayangkan apa yang terjadi. Itulah sekelumit fenomena-fenomena yang melanda dunia pendidikan kita. Disadari atau tidak, fenomena ini akan berdampak pada tingkat kepuasan dan persepsi mahasiswa. 

Dari observasi yang saya lakukan terhadap mahasiswa dan masyarakat, mereka merasa tidak nyaman dilayani di cucuran atap apalagi dibatasi oleh jeruji-jeruji besi yang membuat semakin tidak nyaman, lalu diperparah dengan ketidakramahan petugas yang melayani. Andaikan setiap lembaga pendidikan pada umumya, dan khususnya pendidikan tinggi menempatkan aspek pelayanan di garda terdepan, sudah dipastikan lembaga tersebut dapat memberi kepuasan dan kenyamanan bagi mahasiswanya, sehingga mahasiswa yang bersangkutan akan terus membawa kesan yang baik terhadap almamater meskipun sudah menjadi alumni sekalipun. Pepatah lama mengatakan air cucuran jatuh tentunya tidak jauh dari atapnya, begitupun ketika pelayanan di cucuran atap tentunya takjauh menggambarkan siapa yang memberikan pelayanan. 

Sudah saatnya lembaga pendidikan menempatkan aspek pelayanan sebagai garda terdepan untuk menuju lembaga pendidikan yang berkelas. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Optimalisasi TP4D Kejaksaan

Jelang Pilkada KPU Tanjungpinang Berkoordinasi dengan BNN