in

Kenaikan Harga Beras Picu Inflasi

Impor Pangan – Percepatan Penyederhanaan Rantai Distribusi Solusi Tekan Lonjakan Harga Beras

Lonjakan harga beras saat ini dipicu berbagai faktor, meliputi sistem distribusi yang buruk karena terlalu panjang, peran Perum Bulog yang belum optimal, dan rendahnya kredibilitas data produksi beras.

JAKARTA – Lonjakan harga beras dalam beberapa waktu belakangan ini berpotensi mendorong inflasi bulan ini. Karena itu, pemerintah diminta untuk segera menstabilkan harga beras, termasuk dengan mempercepat distribusi beras ke sejumlah daerah.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperingtkan inflasi pada Januari 2018 akan cukup tinggi seiring dengan kenaikan harga beras dalam beberapa waktu terakhir. BPS mencatat hingga pekan kedua Januari, harga beras naik hingga 3,0 persen dari harga normal. “Pemerintah masih punya waktu dua pekan, yakni pekan ketiga dan keempat untuk mencegah agar inflasi Januari tidak terlampau tinggi,” ujar Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti, di Jakarta, Senin (15/1).

Seperti diketahui, inflasi pada Desember tahun lalu, beras memberikan andil sebesar 0,08 persen. Sementara itu, konstribusi sektor pangan terhadap inflasi cukup besar, yakni mencapai 3,8 persen. “Kenaikan harga beras, kendatipun kecil akan sangat berpengaruh terhadap inflasi,” ungkap Yunita.

Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kenaikan harga beras saat ini dipicu sistem distribusi yang buruk karena terlalu panjang sehingga rawan aksi spekulasi. Kondisi ini diperparah dengan peran Perum Bulog yang belum optimal menopang pasokan beras nasional melalui operasi pasar (OP) beras serta rendahnya kredibilitas data produksi beras yang dipublikasikan BPS dan Kementan.

KPPU menawarkan solusi melalui percepatan penyederhanaan rantai distribusi melalui implementasi korporatisasi petani dengan mengintegrasikan usaha pertanian dari hulu ke hilir. “Langkah ini menjadi tangung jawab Kemendag dan Bulog,” tegas Ketua KPPU, M Syarkawi Rauf.

Pemerintah, terang Rauf, perlu mengadopsi sistem pemasaran daring atau online dalam pemasaran beras sehingga petani bisa secara langsung menjual beras mereka ke konsumen akhir atau retailer tanpa melalui jalur pemasaran yang panjang. Kemudian, mendorong pengembangan Pasar Induk Beras Nasional di sentra-sentra produksi beras, seperti di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta–Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

Pasar Induk diharapkan dapat menjadi sumber referensi ketersediaan atau pasokan dan harga beras Nasional. Langkah ini menjadi tanggung jawab Bulog dan Kemendag. Langkah itu diikuti dengan optimaslisasi peran Bulog dalam operasi pasar melalui peningkatan penyerapan beras petani. Penegakan hukum terhadap spekulan yang sengaja mempermainkan pasokan dan harga. Langkah ini menjadi tanggung jawab KPPU dan kepolisian.

Sarat Kejanggalan

Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan pemerintah akan mengimpor 500 ribu ton beras jenis khusus dari Vietnam dan Thailand pekan ke depan. Hal itu untuk menekan gejolak harga beras di dalam negeri yang mengalami kenaikan sejak akhir tahun lalu hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok pemerintah.

Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menegaskan kebijakan impor beras kali ini sarat kejanggalan. Hal ini patut diduga semenjak pemerintah menunjuk PPI untuk mengimpor beras, hingga beberapa perubahan terakhir.

Menurutnya, penugasan itu tak masuk akal, padahal yang punya kekuasaan penuh untuk dan punya infrastruktur yang memadai untuk impor ialah Bulog hingga sampai di daerah.

“Kenapa harus ke PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) lagi, lalu perusahaan itu diizinkan untuk bermitra dengan perusahaan lainnya, termasuk swasta. Tata kelola impor kali ini sarat permainan,” tutup Nailul. 

ers/E-10

What do you think?

Written by Julliana Elora

“Sri Wahyumi Melanggar Pasal 77 Ayat 2 UU Pemerintahan Daerah”

Tanda Bahaya pada Kehamilan Muda