JAKARTA – Kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja yang sempat menuai protes dari beberapa elemen pekerja diharapkan bisa mengatasi kendala para investor untuk masuk ke Indonesia. Sebab, selama ini investor menilai ketidakpastian hukum masih tinggi karena banyaknya aturan yang tumpang tindih.
Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/10), mengatakan produk legislasi tersebut harus mampu meningkatkan daya tarik Indonesia terhadap investor, baik lokal maupun penanaman modal asing langsung (PMA).
Menurut Jose, selama ini proses perizinan usaha kerap dikeluhkan investor karena banyak aturan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU Cipta kerja diharapkan memperbaiki iklim investasi dalam jangka menengah panjang, sehingga dunia usaha lebih bergairah dan pada akhirnya ekonomi tumbuh.
Meskipun masih ada kelompok yang menolak UU Cipta Kerja tersebut, namun yang paling penting saat ini adalah fokus mengawal proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) agar sejalan dengan kepentingan UU tersebut.
“Dari UU tentu setelah itu peraturan pemerintah. Kemudian masuk lagi ke peraturan di tingkat kementerian. Lalu, masuk ke peraturan daerah. Nah, ini yang harus sinkron. Jangan di atas sudah baik, bawahnya tidak sinkron,” katanya.
Kelompok yang belum menerima regulasi tersebut, katanya, bisa mengawal implementasi UU Cipta Kerja agar berjalan sesuai dengan cita-cita pembentukan aturan yaitu menyediakan lapangan kerja, bukan sekadar menghadirkan investasi.
Hal yang tidak kalah penting adalah memastikan investasi yang masuk ke Indonesia berkategori padat karya dan menciptakan lapangan kerja, bukan investasi yang justru menimbulkan persoalan bagi masyarakat dan lingkungan. “Jadi, perlu diingat juga bahwa UU ini bukan tentang investasi, tetapi UU Cipta Kerja. Artinya, penciptaan lapangan kerja,” katanya.
Dia berharap regulasi tersebut tidak bernasib seperti UU Ketenagakerjaan yang justru menciptakan disinsentif bagi dunia usaha untuk masuk ke sektor yang padat karya. “Tahun 2003 bertepatan dengan implementasi UU Ketenagakerjaan dan bom komoditas, tapi lapangan kerja di industri manufaktur hanya kurang dari lima ribu orang per tahun,” katanya.
Tetap Diatur
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, dalam sosialisasi UU Cipta Kerja membantah ditiadakannya hak cuti pekerja seperti cuti haid dan melahirkan. “Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya, kalau tidak dihapus berarti undang-undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP),” kata Ida.
Ida juga menjelaskan bahwa waktu tetap mengikuti ketentuan UU Ketenagakerjaan, meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam sepekan. Demikian juga dengan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk lima hari kerja dalam satu pekan. Sedangkan lembur tetap diatur maksimal empat jam dalam sehari. n bud/P-4